Mengapa Kantong Plastik Harus Bayar?

Parenting – Emak-emak zaman sekarang pasti masih ingat cara ibu-ibu dulu berbelanja ke pasar. Mereka selalu membawa keranjang belanjaan dari rumah, baik yang terbuat dari plastik maupun tikar. Pergi ke pasar dalam keadaan kosong, pulang-pulang aneka sayur, buah, dan segala kebutuhan rumah tangga sudah memenuhi keranjang. Tidak ada kantong kresek untuk pembungkus sayur atau daging.

Zaman berganti. Penggunaan kantong kresek terus bertambah dari waktu ke waktu. Menghasilkan sampah plastik dengan jumlah tak terkendali, menyisakan pekerjaan rumah bagi pemerintah. Tak kurang dari komunitas pencinta lingkungan dan peneliti dari berbagai lembaga swasta maupun pendidikan memberikan data kerusakan lingkungan dan memberi saran mengatasinya. Tetapi semuanya selesai hanya di tahap paparan hasil penelitian.

Kini, tampaknya pemerintah mulai serius. Rencana pengurangan sampah plastik hingga 30 persen dan penanganan sampah hingga 70 persen disambut pihak swasta. Mulai 1 Maret 2019, Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) menerapkan aturan menarik pungutan atas penggunaan kantong plastik belanja atau kantong kresek. Superindo, Alfamidi, Alfamart, Lottemart, Yogya, Informa, Electronic City, Matahari, dan Ramayana merupakan beberapa di antara peritel yang turut menerapkan aturan itu. Mereka memungut Rp200 untuk setiap kantong kresek yang dikeluarkan. Aprindo menyebut aturan itu dengan istilah Kantong Plastik Tidak Gratis (KPTG). Sebelumnya, pada 2016, gerakan kantong plastik berbayar sudah pernah diterapkan, namun hanya bertahan tiga bulan karena menimbulkan pro dan kontra di masyarakat.

Merusak Lingkungan
Mengapa kantong plastik harus bayar? Pertanyaan tersebut bisa dijawab dengan fakta-fakta berikut ini:

1. Pada tahun 2010, para ilmuwan Pusat Analisis dan Sintesis Ekologi Nasional dari Universitas Georgia di Athena, Yunani, memperkirakan 10 juta ton plastik terbawa ke laut di seluruh dunia setiap tahunnya. Lumba-lumba, anjing laut, dan burung laut mungkin saja terperangkap di dalam sampah tersebut karena menganggapnya sebagai makanan, sementara penyu menyangka kantong plastik sebagai ubur-ubur, makanan utamanya. Plastik yang masuk ke pencernaan hewan-hewan itu akan menyebabkan kematian. Masih ingat kisah ikan paus yang terdampar di perairan Wakatobi dan ketika dibelah perutnya menyimpan sampah plastik? Susi Pudjiastuti, Menteri Kelautan dan Perikanan RI, menyebutkan Indonesia merupakan penyumbang sampah plastik ke laut terbesar kedua di dunia.

2. Plastik sangat sulit diuraikan meskipun sudah bertahun-tahun tertimbun tanah. Menurut para ahli, butuh waktu 200 hingga 400 tahun bagi plastik untuk terurai. Bahkan penelitian lain menyebutkan waktu 1.000 tahun. Dalam proses penguraian yang sangat lama ini, muncul zat kimia yang mencemari tanah dan membunuh bakteri dan hewan pengurai sehingga memengaruhi tingkat kesuburannya.

3. PCB (polychlorinated biphenyl), sebuah senyawa kimia buatan berbahaya yang terkandung dalam plastik, akan menjadi suatu racun berantai sesuai urutan rantai makanannya. Ketika hewan-hewan memakannya atau tumbuhan menyerapnya dari tanah dan senyawa kimia itu tidak terurai, dan hewan serta tumbuhan itu dimakan manusia, racun yang terdapat di dalamnya juga akan meracuni manusia. PCB dapat memicu pertumbuhan kanker, meningkatkan risiko hipertensi, penyakit jantung, diabetes, gangguan sistem saraf, gangguan sistem reproduksi, dan penurunan daya tahan tubuh.

4. Pernah melihat ketinggian air sungai yang meningkat karena hujan lebat di hulu sungai? Benda-benda apa yang paling banyak turut bersama aliran sungai? Plastik! Banyak orang tidak memahami bahwa membuang sampah plastik ke saluran air atau sungai akan menyumbat alirannya. Di pintu-pintu air, sampah plastik yang menumpuk dan tertahan membuat aliran air terhambat sehingga menimbulkan banjir.

5. Sampah plastik yang bertebaran di atas tanah akan menyumbat jalannya air untuk diserap tanah. Jika dibakar, sampah plastik akan menerbangkan asap yang mengandung racun yang dapat menimbulkan gangguan pernapasan, kanker, gangguan sistem saraf, dan pembengkakan hati.

Sampai saat ini, hanya kurang dari 20 persen sampah plastik yang didaur ulang. Sisanya terbuang di tanah dan laut, menyebabkan kerugian bagi seluruh makhluk hidup di dalamnya. Menumbuhkan kesadaran mulai dari keluarga sangat penting agar sampah plastik tidak semakin banyak.

 

(foto pexels)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *